Cari di sini

Senin, 01 Oktober 2012

Arti cinta yang sebenarnya

Detik-detik Rasulullah SAW Menghadapi Sakaratul Maut
Ada sebuah kisah tentang cinta yang sebenar-benarnya
cinta yang dicontohkan Allah melalui kehidupan Rasul-Nya.
Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning,
burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap.
Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbatas memberikan khutbah,
“ Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah
dan cinta kasih-Nya. Maka taat dan bertakwalah kepada-Nya.
Kuwariskan dua perkara pada kalian, Al Qur’an dan sunahku (al hadist).
Barang siapa mencintai sunahku (al hadist),
berarti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku,
akan masuk surga bersama-sama aku.”
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah
yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu.
Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca,
Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya.
Usman menghela nafas panjang,
Dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.
“ Rasulullah akan meninggalkan kita semua,”
Keluh hati semua sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia.
Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas
Menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah
ketika turun dari mimbar.
Di saat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana
Pasti akan menahan detik-detik berlalu.
Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup.
Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah
dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma
yang menjadi alas tidurnya.
Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang berseru
Mengucapkan salam.
“ Bolehkah saya masuk? “ tanyanya.
Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk,
“ Maafkanlah, ayahku sedang demam,”
Kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya
yang ternyata sudah membuka mata
dan bertanya pada Fatimah,
“ Siapakah itu wahai anakku?”
“ Tak tahulah ayahku,
orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,“
tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu
dengan pandangan yang menggetarkan.
Seolah-olah bahagian demi bahagian
wajah anaknya itu hendak di kenang.
“ Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara,
Dialah yang memisahkan pertemuan di dunia.
Dialah malakul maut, “ kata Rasulullah,
Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri,
Tapi rasulullah menanyakan
Kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.
Kemudian dipanggilah Jibril
Yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia
Menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.
“ Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah? “
Tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah.
“ Pintu-pintu langit telah terbuka,
Para malaikat telah menanti ruhmu.
Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuat rasulullah laga,
Matanya masih penuh kecemasan.
“ Engkau tidak senang mendengar khabar ini? “ Tanya Jibril lagi.
“ Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”
“ Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar
Allah berfirman kepadaku : ‘ Kuharamkan syurga bagi siapa saja,
kecuali umat Muhammad yang telah berada di dalamnya, ‘ kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya izrail melakukan tugas.
Perlahan Rasulullah ditarik.
Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbahpeluh,
Urat-urat lehernya menegang.
“ Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini. “
Perlahan Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam
Dan Jibril memalingkan muka.
“ Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril ? “
Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
“ Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal, “
Kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik,
Karena sakit yang tidak tertahankan lagi.
“ Ya Allah, dahsyat nian maut ini,
timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. “
Badan Rasulullah mulai dingin,
Kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu,
Ali segera mendekatkan telinganya.
“ Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku,
Peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu. “
Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan,
Sahabat saling berpelukan.
Fatiman menutupkan tangan di wajahnya,
Dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah,
Yang mulai kebiruan.
“ Ummatii, ummatii, ummatii ?”
“ Umatku, umatku, umatku”
Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.
Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allahumma Sholli ‘ala Muhammad wa barik wa salim ‘alaihi
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar